--christian--
Anda mengikuti berita tentang Prita Mulyasari yang lagi heboh belakangan ini? Salah satu beritanya dapat dibaca di Kompas.com. Klik disini untuk membacanya. Selagi disana, bacalah juga mengenai berita-berita terkait lainnya.

Disini kita akan mencoba merenungkan kasus ini dari sudut pandang netral, dengan mengesampingkan emosi.

Sebelumnya, mari kita ringkas fakta-fakta yang ada. Si Prita kita sebut A dan si RS Omni kita sebut B untuk memudahkan pembahasan.
  • Si A telah menggunakan jasa si B --> jelas, bisa dibuktikan dari pengakuan kedua pihak dan juga arsip administrasi RS.
  • Si A tidak puas dengan jasa si B --> tindakan yang dilakukan A menunjukkan hal tersebut, dan diakui sendiri oleh si A.
  • Si A telah membuat email (surat elektronik) yang isinya adalah hal-hal negatif tentang si B dan menyebutkan bahwa itu adalah pengalaman pribadinya --> ini bisa dibuktikan dari copy / arsip email tersebut, juga dari pengakuan si A.
  • Si B merasa bahwa nama baiknya telah dicemarkan dengan email tersebut, kemudian menggugat si A secara perdata, dan dimenangkan oleh pengadilan.
Bagaimana dengan hal-hal negatif tentang si B yang termuat di dalam email tersebut? Sampai saat ini belum terbukti secara sah dan meyakinkan, dan juga belum diperkarakan di pengadilan.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, salahkah si A dalam membuat email tersebut?
Ya salah, karena ia telah mencemarkan nama baik si B. Persoalannya bukan mengenai apakah isi email tersebut benar atau tidak, tetapi mengenai apakah isi email tersebut dapat dibuktikan. Kalau seandainya setiap orang bebas menuduh dan menjelek-jelekkan pihak lain, dunia ini akan sungguh kacau, karena pasti banyak sekali orang yang akan menyebarkan berita bohong untuk menjatuhkan pihak lain. Memang pasti ada juga sebagian orang yang menyebarkan berita yang benar tentang hal-hal negatif.

Serba salah kan, yang mana yang mau dilindungi? Apakah hak orang yang menyebarkan berita yang benar, ataukah hak orang untuk tidak dicemarkan dengan berita bohong. Pada akhirnya peraturan perundangan yang ada memilih untuk melindungi yang terakhir ini. Meskipun saya sendiri tidak setuju, namun keberadaan peraturan ini (UU ITE) dapat dipahami juga kepentingannya. Memang tidak adil, tapi mau diapakan lagi? Apa yang adil bagi satu pihak menjadi tidak adil bagi pihak lain.

Saya pribadi merupakan orang yang tidak setuju sama sekali dengan aturan yang ada di UU ITE tersebut. Namun kenyataan bahwa UU tersebut sudah sah, dan dengan demikian saya harus ikut mentaati peraturan didalamnya.

Lalu bagaimana bila suatu saat terjadi hal seperti yang dialami Prita ini? Berikut saran saya:
  • Mencari cara agar komplain ini sampai kepada pucuk pimpinan RS tersebut. Siapa tahu hal negatif ini adalah semata-mata ulah karyawan RS, dan bukan merupakan kebijakan RS itu sendiri yang seperti itu.
  • Menempuh jalur hukum, dengan meminta bantuan LBH
  • Bila ternyata semua hal tersebut gagal, dan anda memang di pihak yang benar dan tertindas, ya pintar-pintar sedikit lah, carilah cara menyebarkan informasi tersebut diluar cara yang gampang ditelusuri seperti email.
Saya tidak bermaksud menghasut anda sekalian untuk melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum. Tapi seringkali sistem yang kita miliki di negara ini memang tidak sempurna, dan seringkali memang kita harus berjuang "diluar sistem".
Labels: 0 comments | | edit post
--christian--
Cash flow report, one of the standard financial reports (Income statement, Balance sheet, Statement of changes in equity, and Cash flow), can be produced using the Direct method or Indirect method. Using Indirect method is simpler, but a Direct method Cash flow give a greater benefit to the reader, due to the nature of the presentation.

A typical Cash flow report made using Direct method is as follows:

1. Cash Flow from Operational Activities
  • Receipts from customers
  • Payments to suppliers
  • Payments to employees
  • Payments for overhead and operational expenses
  • Payments for taxes
  • Other payments/receipts
2. Cash Flow from Investing Activities
Example: purchase / sale of fixed assets or investment in securities

3. Cash Flow from Financing Activities
Example: acquiring new loan, payment of interest, issuing obligation or stock

The cash flow from investing and financing activities are the same using both indirect and direct method. It is the cash flow from operational activities that are different.

The "easy" formulas, or shortcuts, to prepare the cash flow from operating activities are as follow:

Receipts from customers = Beginning balance of accounts receivable + Sales (include VAT) - Ending Balance of accounts receivable

Payment to suppliers = Beginning balance of accounts payable + purchases of inventory - Ending balance of accounts payable

Payment to employees = Wages/Salary-related expenses in the income statement

Payment for overhead and operational expenses = all other expenses in the income statement excluding the non-cash items (depreciation and amortization)

Payment for taxes = all cash outflow related to taxes (i.e. monthly VAT, income tax)

Other payments/receipts = for other items not related to any of the above and not related to investing and financing activities. Usually the movement of many other accounts in the balance sheet, such as accrued liabilities, prepayments, etc.

One more things to note: this cash flow is useful mainly for historical analysis, and for providing comparability with other companies' cash flow reports. For a cash flow report that is useful for day-to-day cash management and forecasting, there will be another format. I'll post about it later.
--christian--
Revisi UU No. 13 tahun 2003? Apakah yang sedang hangat dibicarakan akhir-akhir ini?

Bukan.

Ini adalah amandemen (perubahan/koreksi) terhadap UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusannya terhadap perkara nomor 012/PUU-I/2003. Koreksi ini adalah yang paling sering dilupakan oleh para pengusaha dalam mempelajari tentang masalah ketenagakerjaan, karena memang tidak se-populer UU-nya sendiri.

Keputusan tersebut bisa di-download di website Mahkamah Konstitusi (www.mahkamahkonstitusi.go.id).
Sedangkan untuk UU No. 13 Tahun 2003 bisa di-download di website Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (www.nakertrans.go.id).

Secara ringkas, ada 2 hal utama yang direvisi dalam UU tersebut:

1. Mengenai mogok kerja

Dalam pasal 137 disebutkan bahwa "Mogok kerja..... dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan".
Dalam pasal 138 ayat 1 disebutkan bahwa "Pekerja/buruh..... yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja..... dilakukan dengan tidak melanggar hukum".

Pasal 186 mengatur tentang sanksi pidana dan denda atas pelanggaran beberapa pasal, termasuk pasal 137 dan 138 ayat 1.

Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal 186 tersebut tidak berlaku / tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan UUD 1945.

Jadi, apakah kemudian berarti bahwa pasal 137 dan 138 ayat 1 menjadi percuma karena tidak ada sanksi? Tentu tidak, karena pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut sebenarnya sudah menjadi domain hukum pidana, yang diatur dalam KUHP. Jadi tetap ada sanksinya, hanya saja tidak diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003.

2. Mengenai PHK karena kesalahan berat

Pasal 158 pada intinya menjelaskan bahwa terhadap pekerja yang melakukan kesalahan berat sebagaimana macam-macamnya dijabarkan dalam ayat 1, dapat dilakukan PHK, dan secara tersirat tidak mendapatkan uang pesangon tapi hanya uang penggantian hak. Selain itu juga kesalahan berat tersebut tidak perlu pembuktian di pengadilan terlebih dahulu.
Pasal 159 menjelaskan bahwa bila pekerja tidak menerima atas PHK tersebut, maka dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 160 mengatur kewajiban pengusaha untuk memberikan bantuan/santunan kepada keluarga/tanggungan pekerja bila pekerja sedang ditahan oleh pihak yang berwajib, hanya bila penahanan tersebut bukan atas pengaduan pengusaha.

Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal 158 dan pasal 159 keseluruhannya tidak berlaku / tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, sebagian dari pasal 160 juga dinyatakan tidak berlaku / tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, yaitu dalam hal "bukan atas pengaduan pengusaha", sehingga jadinya ketentuan pasal 160 itu juga berlaku atas penahanan oleh yang berwajib atas pengaduan pengusaha. Selain itu, sebagian dari pasal 170 dan 171, yaitu yang menyebutkan referensi terhadap pasal 158 ayat 1, juga dinyatakan tidak berlaku.

Dengan demikian, kini atas kesalahan berat tidak langsung bisa dilakukan PHK, dan juga tetap mendapatkan pesangon seperti ketentuan umumnya.

Tidak adil? Tergantung siapa yang menilainya.
--christian--
FIFO --> First In, First Out --> the assumption that goods that arrived first will also be the first to be sold. For example, 1 July 2008 a supermarket buy 10 boxes of milk @ $5, with an expiry date of 1 January 2009. 1 September 2008, it then buy again 10 boxes of milk @ $6, with an expiry date of 1 March 2009. It is very logical for the supermarket to sell the first 10 boxes of milk, before selling the second ones, perhaps by displaying the first 10 boxes in the front row.
Suppose that in a month, the supermarket sold 5 boxes of milk. How much is the cost of the 5 boxes of milk sold that month (in short: how much is the Cost of Sales)? That will be $5 x 5 boxes = $25

LIFO --> Last In, First Out --> the assumption that goods that arrived last will also be the first to be sold. For example, using the supermarket data above, the Cost of Sales will be $6 x 5 boxes = $30

Average --> not really an assumption, but a decision that the company will average the costs of purchases. For example, using the supermarket data above, the Cost of Sales will be $5.5 x 5 boxes = $27.5

Which ones to use in your company?

Contrary to the teachings of the American text-books that all three are just assumptions and have nothing to do with the actual (physical) goods movement, I recommend that companies use the assumption that most closely resemble their goods movement. That way, your cost of inventory, cost of sales, and subsequently gross margin, most truly reflect the actual economic performance. Under no circumstances shall a company choose an assumption based on the effect it has on the cost of sales and gross margin.

Another aspect to consider is the cost vs benefit of implementation within the company's information system. Implementing FIFO and even more so LIFO, is more difficult and more restricting than Average. For simplicity and flexibility, and if you are not aware of the complications resulting from FIFO and LIFO assumptions, it is better to just use Average.
--christian--
For 2009, the average salary range for accounting jobs in Surabaya (in IDR):

Staff --> 1,250,000 - 2,000,000 (fresh graduate)
Supervisor --> 1,750,000 - 3,500,000
Manager --> 5,000,000 - 10,000,000

The actual amounts may vary, with some companies even going in the extreme low or high (i.e. 3,000,000 for a fresh graduate staff, or 4,000,000 for a manager). Also, this does not apply to accounting jobs within public accounting or consulting firms, as they have different job structure.
For most of other companies, the above salary range seems to hold true.
For information, the minimum wage for Surabaya in 2009 is 948,500.

For other cities / region in Indonesia, basically only Jakarta has a higher salary range, approximately one and a half from that in Surabaya.